Aruna adalah sosok anak yang sangat ceria, sopan, dan pemalu. Tetapi, dia sangat tidak percaya diri di karenakan berat badannya yang terbilang kurus.
Aruna juga sering memakai penutup muka yang orang orang sering menyebutnya dengan ‘masker’.Dia tidak pernah melepas benda itu dari wajahnya, terkecuali saat sedang menyantap makanan.
Dan benar saja, kejadian yang Aruna alami adalah titik ter-tidak percaya diri seorang Aruna.
Hai perkenalkan, nama ku Aruna Pelita Hiranya, yang akrab disapa ‘Aruna’.
Aku akan menceritakan kembali tentang pengalaman ku dua tahun silam, tepatnya pada bulan Januari, tahun 2022. Saat itu, aku masih menginjak bangku Sekolah Dasar, tepatnya kelas enam. Kala itu, usia ku masih 12 tahun.
Tidak hanya bersekolah formal, aku juga bersekolah Diniyah, yang dimana mengharuskan ku pergi meninggalkan rumah sebelum waktu menunjukan pukul 14.00, dan pulang pukul 17.00.
Aku mengalami ketakutan yang sangat besar jika akan berangkat ke sekolah Diniyah itu. Dalam benakku, “apakah hari ini akan seperti kemarin ya?” “akankah aku di permalukan di depan banyak orang lagi?” “kira kira apalagi yang terjadi? akankah aku menangis lagi?” dan banyak lagi pikiran yang menghantui isi pikiran ku.
14 Januari, 2022
Hari ini, Sekolah pagi ku (sekolah dasar) berjalan dengan menyenangkan, semuanya terasa asyik dan berbeda dengan hari biasanya, pokoknya asyikkk banget deh!
Namun, kebahagiaan ku pudar sewaktu aku pergi ke sekolah di bidang agama.
Awal mulanya, semua terasa normal dan baik baik saja. Siswa siswi maju kedepan untuk mengaji di hadapan guru secara bergiliran sesuai posisi duduk mereka masing-masing. Oh ya, guruku laki-laki, sudah sedikit berumur tetapi wajahnya masih terlihat awet muda. Guruku bernama Pak Jaenal.
Sekarang, tiba giliran ku untuk mengaji di hadapannya, aku berdiri dan maju untuk di tes mengaji. Setelah selesai, belum hendak aku kembali kepada tempat dudukku, entah mengapa guru itu memandang tidak suka kepadaku, kemudian berkata “Aruna kok kurus banget, gak pernah dikasih makan ya?” dia berkata seperti itu dengan ekspresi yang menurutnya itu lelucon, dan parahnya, dia berbicara seperti itu di depan teman teman ku. Perkataannya berhasil membuat semua teman laki-laki ku menampakkan tawanya. Aku tidak tahu apa maksudnya dia berkata seperti itu, aku tidak merasa membuat kesalahan. Tetapi, mengapa dia tega sekali?. Dalam diam, aku pun menangis dalam amparan masker berwarna hitam milikku.
26 Januari, 2022
Hari hari ku lalui dengan tangisan, sesudah kejadian itu, setelahnya, laki-laki dikelas ku terus membahas fisik ku. Rasanya, aku tidak mau masuk ke sekolah itu lagi, tetapi keadaan memaksa.
Tibalah di hari ini, ini adalah puncaknya aku di olok-olok oleh guruku sendiri.
Awalannya berjalan seperti biasa, siswa siswi maju kedepan satu persatu untuk menyetorkan hafalannya. Sekarang, giliran Teman ku yang bernama Laura maju kedepan. Tetapi, belum hendak Laura maju, guru itu memanggil namaku “nahhh Aruna mari kesini” perasaan tak enak memeluk raga ku. Untungnya, karena aku sedang berhalangan (haid), jadi aku tidak berkesempatan menyetorkan hafalan, jadi aku mempunyai alasan untuk menolak kemauannya “aku sedang berhalangan, pak”. Sia-sia, rupanya alasanku tidak menggubris keinginannya untuk tidak memanggilku, dengan nada membentak, dia berkata “KESINI!”, dengan berat hati, aku pun menuruti keinginannya. Aku berjalan kedepan.
Siapa sangka? aku dibandingkan dengan sapi yang baru saja melintas di depan jalan. Bahkan seekor sapi yang tidak bersalah pun ikut ke dalam mulut jahatnya, “menurut kalian, Aruna dengan sapi tersebut kurusan mana?” ucapnya. Perkataan itu berhasil membuat ku terisak.
Belum puas bertanya, ia bertanya kembali “tadi makan pukul berapa?” tanyanya, lalu aku menjawab sembari menahan tangisku “tadi, sebelum berangkat” bohongku. Semua mata teman teman ku tertuju kepada ku. Sedangkan, aku yang berada di depan, terisak ingin semuanya cepat berakhir.
Tidak sampai disitu, temanku yang bernama Juan di perintahkan oleh Pak Jaelani membawa timbangan, oh.. aku tidak tahu harus bereaksi apalagi, rasanya, semua orang yang berada disini jahat, jahat sekali. Tidak ada yang menolongku disaat aku sedang dipermalukan seperti ini, bahkan di depan banyak orang.
Aku pun menginjak timbangan itu dan tangisku berhasil mengucur, tetapi tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa aku sedang menangis, mungkin karena aku memakai masker? tidak telihat, untunglah. Aku tak kuasa mendengar semua perkataan yang jahat itu, aku memilih men-tuli kan pendengaran ku.
Pak Jaelani adalah seorang Guru Agama, harusnya lebih menghargai orang orang, kan?
Lagipula, aku ini ciptaan Yang Maha Kuasa, Aku juga tidak mau memiliki fisik seperti ini, semua perkataan beliau membuat ku sakit, sakit sekali.
Sampai sekarang, Beliau masih hidup sehat, semoga beliau sehat Wal Afiat selalu, ya. Tetapi sayangnya, trauma ku terlalu berat jika memandang wajahnya kembali. Seperti, memoriku seakan terputar kembali akan peristiwa itu.