Karya Intan Jihan Fadilah (8A)
Ini adalah kisah seorang remaja laki-laki berusia 15 tahun yang hidup berdua bersama adiknya, panggil saja dia Arthan. Kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan 1 tahun yang lalu, ia tinggal bersama adik kecilnya yang bernama Lala, gadis kecil yang masih berusia 8 tahun.
Arthan memasak singkong rebus hasil dari kebun di belakang rumahnya karena ia tak memiliki cukup uang untuk membeli beras dan akhirnya ia memutuskan untuk mencabut pohon singkong di belakang rumahnya untuk ia rebus.
“Lala, sini makan.” Panggil Arthan pada adik kecilnya, ia begitu menyayangi Lala begitupun sebaliknya.
“Iya bang.” Lala duduk di samping abangnya, Arthan mengelus rambut Lala dengan tatapan sendu.
“Hari ini makan singkong rebus lagi, gak papa kan?.” Lala menganggukkan kepalanya lalu tersenyum lebar pada abangnya itu.
“Gak papa bang yang penting Lala kenyang,” Ucap Lala, lalu melahap singkong rebus yang sudah lumayan dingin.
Arthan bersyukur karena memiliki adik seperti Lala yang dapat mengerti akan keadaan ekonomi yang sedang sulit diusianya yang masih anak-anak namun di sisi lain Arthan merasa tak tega melihat adiknya itu.
Arthan bekerja paruh waktu, ia bekerja di bengkel motor milik tetangganya, ia bekerja setelah pulang sekolah dan hasil dari kerjanya ia gunakan untuk membiayai sekolah adiknya dan juga sekolah nya, itupun tak seberapa hasilnya. Tak hanya itu saja, Arthan juga sering kali menjual koran setiap hari minggu untuk menambah penghasilannya.
Pagi ini, Arthan pergi ke sekolah menaiki sepeda pemberian orang tuanya tapi sebelum berangkat, ia mengantarkan adiknya terlebih dahulu, setelah mengantarkan adiknya barulah ia berangkat ke sekolah.
“Than, besok kan weekend nihh, kita healing ke pantai, gimana?.” Tanya sahabatnya, Bagas.
“Maaf gak bisa, besok jadwalnya aku jual koran.” Jawab Arthan.
Bagas menghela nafasnya, ia menatap Arthan prihatin karena di usia remajanya Arthan harus banting tulang demi membiayai hidupnya dan adiknya padahal masa-masa remaja itu menyenangkan dan penuh kebebasan tapi tidak bagi seorang Arthan.
“Ya udah lain kali aja, semangat yaa,” Ucap Bagas sembari menepuk pundak sahabatnya untuk memberi semangat.
“Makasih.” Bagas hanya membalasnya dengan anggukan kepala sembari tersenyum.
Sepulang sekolah Arthan langsung pergi ke tempat kerja, ia pulang kerja pukul 17.00 wib. Setelah pulang, ia langsung membersihkan badannya, setelah itu ia mengerjakan tugas sekolah dan belajar sedikit materi pelajaran untuk besok.
Kini ia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang beralaskan tikar setelah selesai belajar dan menunaikan shalat Maghrib, ia memejamkan matanya namun pikirannya melayang kemana-mana, mulai dari beras yang sudah habis, biaya sekolah adiknya dan masih banyak lagi.
“Ayah, bunda, Arthan janji akan menjadi orang sukses agar bisa membanggakan kalian di atas sana, Arthan juga janji akan selalu menjaga Lala,” Ucap Arthan dengan sungguh-sungguh sembari menatap langit-langit kamar dan tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja dari sudut matanya.
“Aamiin,” Ucap Lala yang tiba-tiba saja muncul dibalik pintu.
“Ehh Lala, sini.” Arthan duduk lalu memangku adik kecilnya.
“Abang jangan sedih yaa kan ada Lala.” Lala mengusap pipi abangnya yang terdapat air mata dengan lembut.
“Iya abang gak sedih kok kan ada Lala yang selalu temenin abang.” Arthan memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang, ia harus bisa menjadi kakak sekaligus orang tua untuk adiknya itu.
“Abang harus janji jangan sedih lagi, janji?,” Ucap Lala sembari mengangkat jari kelingkingnya sebagai tanda janji.
“Iya janji.” Arthan tersenyum, lalu menautkan jari keduanya sebagai tanda janji, setelah itu Arthan mencium kening adiknya dan memeluknya dengan erat.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini Arthan sudah beranjak dewasa begitupun dengan Lala yang sudah beranjak remaja, Arthan berhasil menggapai cita-citanya sebagai seorang dokter, kini ia bekerja di salah satu rumah sakit di ibukota.
Kehidupannya kini berubah tak seperti dulu lagi, perjuangannya selama ini membuahkan hasil dan tentu saja itu tak mudah, awalnya Arthan sempat putus asa dan tak yakin karena ia tak mempunyai biaya untuk kuliah namun karena kecerdasan dan kegigihannya ia berhasil mendapatkan beasiswa dan tentu saja itu semua atas dukungan orang-orang terdekatnya, seperti Lala dan juga sahabatnya.
“Lala abang berhasil,” Ucap Arthan dengan raut wajah bahagia.
“Iya bang, ayah sama bunda pasti bangga di atas sana,” Ucap Lala sembari menunjuk langit malam yang dihiasi oleh bintang-bintang yang bersinar terang, seolah-olah salah satu diantaranya adalah kedua orang tuanya.
Arthan ikut menatap indahnya langit malam ini. Ia tersenyum namun air matanya menetes keluar dari sudut matanya, ia sedih dan juga senang, sedih karena di saat ia sukses orang tuanya tak ada di sampingnya dan senang karena ia berhasil menggapai cita-citanya namun ia tetap bersyukur karena masih memiliki seorang adik yang selama ini selalu berada disampingnya dan mendukungnya.
Arthan menoleh ke samping lalu menatap Lala yang berada disampingnya dengan tatapan penuh sayang, lalu ia kembali menatap langit sembari merangkul adik satu-satunya, Lala sedikit terkejut karena abangnya tiba-tiba merangkulnya, namun setelah itu ia menyenderkan kepalanya di pundak abangnya dan kembali menatap langit sembari tersenyum.
‘Ayah, bunda, di sini Lala ada yang jagain, abang baik bangettt sama Lala, kami sayang ayah dan bunda, kalian yang tenang yaa di alam sana.’ batin Lala.
‘Ayah, bunda, di sini Arthan dan Lala baik-baik saja, kalian yang tenang yaa di alam sana, kami sayang ayah dan bunda.’ batin Arthan.
Ini adalah kisah Arthan dan perjuangannya, ia sedih karena kehilangan orang tuanya namun ia tak ingin berlarut dalam kesedihan dan bangkit kembali demi adiknya, Jatuh bangun itu sudah biasa tapi jangan sampai putus asa. Jadilah seperti Arthan yang terus berjuang walau sulit, orang susah bukan berarti tak bisa sukses karena kunci kesuksesan ada pada mereka yang pantang menyerah dan tak putus asa untuk menggapai cita-cita.